Senin, 02 April 2012

What Love's Like - Part 10

Tittle                : What Love’s Like? – Part 10
Author             : ratu_regina
Genre              : Romance, Comedy
Main Casts     : Choi Minho, Kim Kibum “Key”,  Bae Suzy
Other Casts    : you’ll find in the story
Length             : ? (belum ditentukan)
Rating              : PG-15

Part 10 ini lebih panjang dari biasanya. Aku emang lagi bersemangat, makanya publishnya juga bisa lebih cepet. Part 11 juga udah mulai dibuat dari kemarin, tapi jangan minta cepet dulu ya soalnya minggu ini aku ulangan. (^_^)V



Sue Ji POV
            Hari ini aku terbangun lebih pagi dari biasanya. Tidak.. aku bahkan nyaris tidak tidur semalaman karena memikirkan kejadian semalam. Key benar-benar telah menghipnotisku. Aku jadi bingung mengenai apa alasan yang harus kusampaikan pada Minho. Haruskah aku jujur padanya dan mengatakan kalau Key yang melarangku? Ah... Tidak tidak !
            Aku kembali menyentuh pipiku. Seakan masih terasa lembutnya bibir seorang Kim Kibum di situ.
            Jari-jariku beralih menuju bibirku. Jika.... Ah, lupakan ! Bae Sue Ji, kau mulai berpikiran yang tidak-tidak. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku.
            ‘Aku tidak suka temanku dimanfaatkan seperti itu’
            Kalimat itu terus terngiang-ngiang di kepalaku. Benarkah ia tidak suka jika aku dimanfaatkan? Apa dia khawatir?
            “Aish !!!” apa yang sedang kulakukan? Lebih baik aku segera bangkit dan mandi sebelum pikiranku tambah kacau.
***
            Usai mandi dan sarapan, aku pamit pada eomma dan segera menuju halte bus. Berkali-kali kucek jam tanganku, nampaknya aku harus menunggu bus sedikit lebih lama karena ini masih terlalu pagi.
            Aku mengotak-atik ponselku. Melihat foto-fotoku bersama Nana sampai dengan foto-fotoku semasa SMP. “Aigoo... tampang kami masih begitu bocah saat itu. Hahaha”
            Tiba-tiba sebuah foto menarik perhatianku. Sebuah foto yang kuambil diam-diam beberapa bulan yang lalu. Foto seseorang yang sedang berlatih basket. Ia begitu tampan meskipun peluh membasahi tubuhnya. Dengan bermandikan keringat, ia malah justru terlihat lebih maskulin. Aih.... aku melting dibuatnya. Ia memang tak pernah membuatku bosan untuk terpesona padanya.
            Tapi, ketika kami berhadapan, ia selalu sukses membuatku jengkel. Bagaimana tidak? Sikapnya begitu arogan dan mulutnya yang pedas, ia juga sering mengomel.
Akan tetapi, meskipun ia selalu bersikap menyebalkan, aku tak pernah membencinya. Mengapa? Karena di balik sifat buruknya itu aku menemukan kalau ia sebenarnya baik dan perhatian. Mungkin ia hanya merasa gengsi untuk menunjukkan hal itu terang-terangan.

TIIIN ! TIIIN !!!

“Aish ! Berisik sekali.” Aku mendongakkan kepala melihat ke sumber suara. Jangan-jangan Minho lagi.
“Kau belum berangkat?” tanya orang itu. Ia mengendarai mobil, ia juga bukan Minho.
“Key?”
Namja itu menggaruk tengkuknya. “Aku biasa berangkat lebih pagi, kebetulan melihatmu makanya berhenti. Kau mau–“ ia mengedikkan kepalanya ke arah kursi penumpang di sebelahnya. Apakah ia sedang menawariku tumpangan?
“Mau naik tidak?” akhirnya ia bersuara lagi, ada nada memaksa dalam intonasinya. Tuh kan, baru saja aku memikirkan sifatnya yang menyebalkan, ia benar-benar datang. Ia bahkan tidak tersenyum. Tapi, seperti kataku, ia sebenarnya berniat baik.
Aku tersenyum padanya. “Jinja? Gomawo.” Aku segera mengambil tempat di sebelahnya. Entah aku salah lihat atau memang betulan, ia sepertinya baru saja tersenyum.

Author POV
            Seorang namja menghentikan motornya tak jauh dari mobil Key. Ia tau jelas kalau itu adalah mobil milik Key.
            “Key? Sue Ji? Sejak kapan mereka punya hubungan cukup dekat untuk berangkat sekolah bersama?” gumamnya heran. Wajah tampannya berubah kusut ketika Sue Ji memilih untuk masuk ke dalam mobil Key. Padahal ia sudah berniat untuk mengantar yeoja itu ke sekolah.
            Tiba-tia ponsel namja itu berdering.
            Lee Taemin
            “Yeoboseyo?”
            “Minho hyung, odiga?
            “Aku sedang di jalan. Wae?”
            Sudah jauh belum? Aku lupa membawa buku tugas kimia.
            “Huh, selalu saja lupa,” namja itu berdecak. Terdengar kekehan dari speaker ponselnya. “Arasso. Akan kuambilkan.”
            Yes ! Gomawo, hyung.”
            Klek !

***
            Pagi yang kembali diawali oleh kehebohan. Kali ini lagi-lagi Sue Ji lagi yang jadi biangnya. Bukan karena ia diantar Minho lagi. Tapi ia datang bersama Key. Sejak turun di parkiran sampai ia berjalan pun para murid tak henti-hentinya membicarakan dirinya.
Kemarin-kemarin Minho, sekarang Key. Ya ampun, ia pakai susuk apa sih?
            Wah... Bae Sue Ji. Kau benar-benar daebak dalam menggaet namja.
            Cih~ ia bahkan tidak lebih cantik dariku.
            Apa Minho dan Key sudah katarak?
            Apa ia mempermainkan kedua namja itu? Aigoo, malangnya uri Key.

            Sue Ji merasa tidak nyaman mendengar obrolan-obrolan yang mencibirnya. Apa seperti ini rasanya berteman dengan orang-orang populer? Ia kan hanya kebetulan bertemu Key, makanya bisa menumpang di mobil namja itu.
            “Orang-orang selalu saja salah paham dan malah melebih-lebihkan cerita. Menyebalkan sekali,” desis Sue Ji pelan.
            Terdengar suara kekehan di sebelahnya. “Eh?” Sue Ji kaget mendapati Key yang ternyata berjalan berbarengan dengannya. Namja itu malah sepertinya tak merasa risih dengan ocehan-ocehan yang terus dilontarkan para murid terutama kaum yeoja yang terus-terusan menyindirnya.
            “Mereka benar-benar dangkal,” cibir Key.
            “Maksudmu?” tanya Sue Ji tak mengerti.
            “Dangkal. Seperti katamu tadi, mereka yang bahkan tak tau apa-apa tapi malah salah paham dan melebih-lebihkan cerita,” jawab Key santai sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. “Jangan terlalu didengarkan. Abaikan saja,” lanjutnya. Kemudian ia mempercepat langkahnya meninggalkan Sue Ji.
            “Dia bahkan mulai menasihatiku,” gumam Sue Ji sambil menatap punggung Key yang kian menjauh.
***
            “Jadi dia?” tanya Go Eun mencegat Key.
            “Hmm? Apa?” tanya Key balik.
            “Diakah... yeoja yang kau sukai itu?”
            Sebenarnya melihat Go Eun saja sudah membuat Key ingin cepat-cepat menghindar. Jangankan untuk melihatnya, mengingat namanya saja Key enggan. Karena mengingat Go Eun membuatnya ingat pada perjodohan. Dan itu membuatnya semakin pusing. Ia ingin cepat-cepat bertemu kedua orang tuanya lagi untuk menyatakan kalau ia menolak perjodohan itu.
            Lagipula, kenapa harus menggunakan perjodohan untuk mengikat janji? Bukankah perjanjian antara mereka adalah perjanjian antar perusahaan? Mengapa harus melibatkan anak-anak mereka? Benar-benar tidak masuk akal.
            “Iya kan?” tanya Go Eun lagi. Bukannya menjawab, Key malah pergi begitu saja.
            “Ya~!” teriak Go Eun kesal. Habis sudah kesabarannya.
            “Mengapa kau begitu ingin tau? Bukankah sudah kukatakan, ada tidaknya orang yang kusukai, aku tak akan berpaling padamu lagi? Tidakkah kau mengingat itu? Bukankah dengan jelas aku mengatakan untuk tidak mengharapkanku lagi? Harus berapa kali aku mengatakannya agar kau mengerti?” emosi Key mulai tersulut.
            “Tidak bisakah kau memberiku kesempatan kedua? Bahkan orang tua kita sudah memberi jalan. Kita dijodohkan, Key. Kau lupa itu?” tuntut Go Eun berusaha meraih tangan Key.
            Key menghempaskan tangan Go Eun. Ia memalingkan wajah. Mendapati kepala seseorang yang menyembul di belokan koridor tengah melihat ke arah mereka berdua dengan mata terbelalak. Orang itu segera memalingkan wajah, membekap mulutnya sendiri, berharap Key tak menangkap dirinya yang baru saja menguping pembicaraan mereka.
            “Siapa di sana?” tanya Key ke tempat di mana orang itu bersembunyi. Go Eun memutar kepala, mengikuti arah mata Key.
            Tak ada jawaban.
            Key segera menghampiri tempat persembunyian orang yang baru saja mengintip dirinya dan Go Eun. Orang itu nampak syok mencerna apa yang baru saja ia dengar, tak sempat kabur. Ia malah terduduk lemas di lantai. Entah mengapa ada rasa nyeri yang menyerang hatinya. Begitu sakit sampai ia merasa sesak.
            “Sue Ji?” tanya Key terkejut.
            Sue Ji mendongak. Ia hendak bicara, namun tenggorokannya seakan tercekat. Maka ia hanya bisa tersenyum miris menatap Key.
            “Apa yang kau dengar?”
            Sue Ji menggeleng. Masih dengan senyum yang sama, ia berusaha bangkit dan mulai berjalan.
            “Ya~!” Key menghalangi jalan Sue Ji.
            Akhirnya Sue Ji buka suara. “Aku hanya sedang lewat. Tak mendengar apapun,” ujarnya yang lebih terdengar seperti sedang mencicit.
            “Ada apa denganmu? Kau sakit?” tanya Key khawatir melihat wajah Sue Ji yang agak pucat. Tangannya refleks terangkat untuk menyentuh kening gadis itu. Begitu juga dengan gadis itu yang langsung menepis pelan tangan Key.
            “Ani. Naneun gwenchana,” jawab Sue Ji setengah berbisik. Kemudian melanjutkan berjalan melewati Key.
            Begitu Key tak melihat wajahnya lagi, Sue Ji menggigit bibir bawahnya. “Sebenarnya aku kenapa?”
            “Nugu?” tanya Go Eun sekembalinya Key.
            “Bukan siapa-siapa. Hanya orang lewat. Lain kali jaga mulutmu agar tidak bicara macam-macam,” Key memperingatkan.
            “Memangnya kenapa? Apakah hubungan kita merupakan sesuatu yang harus disembunyikan?”
            “Hubungan? Hubungan apa maksudmu? Haruskah kuperjelas? Oke, dengar ! Kau, aku bahkan tak menganggapmu teman sama sekali, apalagi sebagai kekasih. Meskipun kau dijodohkan denganku, sekalipun kita menikah, jangan bermimpi untuk memiliki hatiku.” Key mengucapkannya dengan penuh penekanan di setiap kata, jari telunjuknya bahkan teracung ke wajah Go Eun.
            PLAK !
            Panas. Itulah yang dirasakan Key pada pipi mulusnya yang mulai memerah. Go Eun menatapnya nanar. Air mata mulai terbendung di pelupuk matanya. Tanpa berucap apa-apa lagi, gadis itu segera pergi meninggalkan Key yang masih memegangi pipi.
***
           
            Go Eun memasuki kelas dengan wajah sembab. Sue Ji adalah orang pertama menyadari hal itu. Ia segera menghampiri yeoja itu dengan ekspresi khawatir. Ia memang khawatir karena tadi sempat didengarnya Key membentak yeoja di hadapannya ini.
            “Kau kenapa?”
            Go Eun masih diam. Dalam hati ia begitu jengkel melihat Sue Ji yang nampak mengkhawatirkannya. Bukankah ia jadi begini karena Sue Ji? Setidaknya seperti itulah yang nampak dari sudut pandang dirinya.
            Tapi, ekspresi yang tergambar di wajahnya bukanlah ekspresi benci. Melainkan senyum ramah yang menyimpan kebencian di baliknya.
            “Sue Ji, apakah kau menyukai Kibum-ssi?”
            Sue Ji sedikit terlonjak kaget mendengar pertanyaan Go Eun yang tiba-tiba.
            “Eh? Aku, aku... Hmm... Kenapa kau menanyakan hal itu?” tanya Sue Ji gelagapan.
            “Tidak. Kalau tidak mau jawab juga tak apa.”

Key POV
            Tamparan itu membekas, pipiku merah sekali saat ini. Terpaksa aku menutupinya dengan terus-terusan memegangi pipi kiriku.
            “Key !” panggil seseorang di belakangku. Aku tersenyum saat berbalik dan melihat Onew hyung menghampiriku sambil menggenggam sekaleng soda.
            “Hyung ! Kelihatannya masih dingin,” aku menyapa balik.
            “Eh? Apa yang dingin?” tanyanya bingung.
            Aku menunjuk kaleng soda di tangan kanannya. “Ini?” tanyanya yang kurespon dengan anggukan. Tanpa meminta terlebih dahulu, segera kusambar kaleng soda yang masih dingin tersebut dan menempelkannya di pipi kiriku. Dingiiiin.
            “Ya~!” protesnya sambil menekuk wajah. Namun sejurus kemudian perhatiannya beralih ke pipiku. Sedikit terkejut mendapati bekas kemerahan di sana.
            “Seseorang menamparmu?”
            Aku mengangguk.
            “Nugu?”
            Tanpa menjawab, aku berjalan meninggalkannya. Aku enggan membahas mengenai yeoja itu saat ini. Bukankah sudah kukatakan kalau mengingat namanya saja sudah membuatku pusing?
            “Aish, bocah ini ! Key, jangan membuatku penasaran !” ia mulai merengek. Ya ampun, bukankah ia mengataiku bocah? Lantas mengapa ia malah bertingkah layaknya seorang bocah yang sedang minta dibelikan es krim?
            Kali ini ia menyejajarkan langkahnya sambil merangkulku. Aku masih mengabaikannya.
            “Biar kutebak. Sue Ji?”
            Huh?
            “Sue Ji? Yang benar saja, hyung. Ia tak punya alasan untuk menamparku. Seandainya ada pun, apakah ia cukup tega untuk menyakiti pipi mulusku ini?” candaku. Ia memutar bola matanya.
            “Minyoung?”
            “Kalau Sue Ji saja tak akan tega menamparku, apalagi Minyoung.”
            “Kalau begitu.... Go Eun?” tebaknya lagi dengan suara pelan.
            Aku diam, menandakan kalau aku mengiyakan tebakannya.
            “Bingo ! Sebenarnya apa yang terjadi di antara kalian? Kupikir kau sudah tak ingin berhubungan dengannya lagi.”
            Kalau sudah begini terpaksa aku menceritakan padanya mengenai perjodohanku dengan yeoja itu. Lagipula biasanya Onew hyung selalu punya solusi setiap aku menceritakan masalahku padanya. Maka aku bercerita sambil berjalan menuju kelas.
           
            Terjadi jeda cukup lama usai aku bercerita. Nampaknya ia sedang memikirkan sesuatu.
            “Gadis itu, ia bahkan rela menurunkan gengsinya. Setauku harga dirinya cukup tinggi. Apakah Amerika membuatnya terlalu merindukanmu? Atau ia memiliki tujuan lain?” ia berusaha menebak-nebak.
            “Tiba-tiba kembali setelah pergi selama beberapa tahun, tidakkah ia terlalu terburu-buru untuk mengungkapkan perasaannya padamu? Apakah ia benar-benar rindu sampai begitu tergila-gila padamu?”
            “Tergila-gila? Tidakkah itu berlebihan, hyung?” selaku.
            “Hmm... sepertinya begitu. Terobsesi? Berambisi? Setauku ia adalah orang yang ambisius jika menginginkan sesuatu. Seperti yang terjadi antara dia, kau dan Minho. Sebaiknya kau berhati-hati, Key. Sifat liciknya sepertinya belum berubah. Bisa saja kejadian yang lalu terulang kembali,” ia menyarankan. Aku mendengarkan baik-baik sambil mengangguk menurut.
            “Tapi... Apakah kau masih menyukainya? Bukankah ini kesempatan bagus jika kau masih menyukainya?” tanyanya.
            Aku memejamkan mata. Mendengus. “Bagaimana bisa aku masih menyukainya? Memang pada awalnya aku sempat berpikir seperti itu. Tapi, sesuatu di dalam hatiku sepertinya menolak hal itu, hyung. Aku tidak bisa memaksakan hatiku untuk kembali menyukainya.”
            Onew hyung tersenyum tanda mengerti keadaanku. Kami berpisah arah. Ia naik tangga dan aku meneruskan langkah menuju kelasku.
***

            Jam istirahat...
           
            Still Key POV
            Seonsaengnim baru saja keluar dari kelasku. Sedangkan aku masih enggan mengalihkan pandanganku dari jendela. Meskipun aku sendiri tak tau sedang menatap apa, rasanya posisi ini cukup nyaman buatku.
            Seseorang duduk di hadapanku, melambai-lambaikan tangannya di wajah tampanku.
            “Key,” panggilnya menyadarkanku dari lamunanku.
            Aku berpaling menatapnya. “Kau datang, huh?” tanyaku. Dalam hati aku merasa agak senang bisa melihatnya lagi. Tadi pagi aku cukup cemas melihat wajahnya yang sedikit pucat.
            “Kau sudah sembuh?” tanyaku lagi.
            Ia merespon dengan tatapan bingung. Memegangi kening dan kedua pipinya bergantian. “Memangnya aku sakit apa?”
            “Kulihat tadi pagi kau agak pucat. Jangan-jangan habis melihat hantu?” candaku. Tapi, apa ia benar-benar tidak sakit? Padahal aku sedikit khawatir selama jam pelajaran.
            Ia menggeleng. “Mungkin hanya perasaanmu saja. Aku tidak kenapa-napa, kok,” jawabnya sambil tersenyum riang. Aku ikut tersenyum melihatnya.
            Eh? Aku tersenyum?
            Segera kuhapus senyum itu dari wajahku. Apakah wajahku terlihat aneh tadi?
            “Tadaaaa !”
            Ia meletakkan sebuah tas kecil di atas meja. Mengeluarkan dua buah kotak makanan lengkap bersama sumpitnya.
            “Jangan menolak ini. Aku sengaja membuatnya sendiri di pagi buta,” Wow ! Aku tak sabar untuk segera mencicipinya.
            “Kau yakin ini tak beracun?” pertanyaan itulah yang justru keluar dari mulutku.
            Ia sedikit memanyunkan bibirnya. “Kau meragukan kemampuanku? Bukankah kau sudah pernah mencicipi masakanku ketika di rumahmu?”
            “Tapi itu kan ditambah dengan bantuanku,” kilahku.
            “Tapi Minho bilang masakanku enak,” balasnya.
            Minho? Rasanya aku enggan mendengar nama itu keluar dari mulut Sue Ji.
            Akhirnya aku membuka kotak makan tersebut. Kimchi, ayam goreng, dan beberapa menu lainnya yang rata-rata berupa sayuran dan daging.
            Kucicipi satu-persatu menu buatannya. Lezat.
            “Wah... ayam !” pekik seseorang yang tiba-tiba sudah berdiri di samping mejaku. Dari suaranya saja aku sudah hafal kalau orang itu adalah Onew hyung.
            “Annyeong, oppa.” Sue Ji sedikit membungkuk menyalami Onew hyung.
            “Annyeong Sue Ji-ya,” balasnya ramah.
            Mwo? Sejak kapan ia berbicara secara tidak formal pada Sue Ji? Dasar sok akrab !
            “Key, apa kau tidak mau berbagi denganku?” tanyanya memelas.
            “Shireo !”
            “Ayamnya saja, Key.” pintanya lagi. Tak bisakah ia sekali saja menahan nafsu(?)nya terhadap ayam?
            Aku menggeleng. Mulai melahap makananku. Onew hyung masih kukuh berdiri di tempatnya. Kali ini ia meminta pada Sue Ji.
            “Makan punyaku saja, oppa,” tawar Sue Ji ramah.
            Eh? Mana bisa begitu? Onew hyung terkadang memang menjengkelkan. Tak sadarkah ia kalau sedari tadi aku bermaksud mengusirnya?
            “Jangan !” larangku. Mereka berdua langsung menatapku.
            Dengan nada pasrah aku berkata, “Bagaimana kalau kita makan bertiga saja?” sebenarnya itu hanya alibi. “Daripada Sue Ji harus makan di kantin. Bukankah bekal ini adalah buatannya?”
            Senyum kemenangan terukir jelas di wajah Onew hyung. Sedikit menatapku penuh arti. Sepertinya ia akan mengatakan sesuatu setelah Sue Ji pergi nanti.
            Onew hyung tak henti-hentinya bersikap sok akrab dengan Sue Ji. Aku jadi bosan melihat hal itu. Kenapa mereka hanya tertawa berdua? Sedang apa aku?
            “Ya~! Sedari tadi kau bahkan tak memberikan komentar apapun tentang masakan Sue Ji,” omelnya.
            “Hmm...” hanya itu yang mampu keluar dari mulutku. Sue Ji yang awalnya menatapku dengan antusias, nampak sedikit kecewa mendengar jawabanku.
            “Kau bahkan tak pandai memuji. Kalau enak, bilang saja enak. Kalau tidak, katakan tidak enak. Tak bisakah kau jujur dengan mengungkapkannya?” protes Onew hyung. Kusadari ada sindiran yang tersirat dari kalimatnya. Begitu juga dengan nada bicaranya.
            “Begini,” tambahnya. “Wah, enak sekali, Sue Ji ! Bekal buatanmu benar-benar lezat, kau memang daebak ! Terima kasih karena sudah membuatkanku bekal. Rasanya aku ingin memakannya setiap hari.”
            “Wah, enak sekali Sue Ji ! Bekal buatanmu benar-benar lezat, kau memang daebak ! Terima kasih karena sudah membuatkanku bekal. Rasanya aku ingin memakannya setiap hari,” ujarku mengulang perkataan Onew hyung dengan nada yang lebih bersemangat.
            Sue Ji tersenyum sumringah. “Jinja? Ne, kalau begitu aku akan mengabulkan permintaan temanku yang satu ini.” Ia beralih pada Onew hyung, “Hahaha... gomawo, oppa. Kau benar-benar baik dalam mengajari teman kita.”
            Sue Ji akhirnya kembali ke kelasnya, sedangkan Onew hyung pindah posisi menjadi duduk di hadapanku.
            “Dapat kulihat dengan jelas,” godanya sambil terus menatapku.
            “Lihat apa? Kau mengganggu makan siangku, hyung.”
            “Ow... Lihatlah tatapan itu ! Membuatku takut saja. Lagipula, suruh siapa ia membuat ayam,” ia beralasan.
            “Huh. Apa yang hendak kau katakan?”
            “Tidak, aku sengaja ikut makan bersama kalian. Hehehe...” ujarnya terkekeh. Ia buru-buru menambahkan, “Aku hanya ingin melihat sesuatu.”
            “Sesuatu apa?”
            “Jelas sekali kalau kau suka pada gadis itu,” jawabnya.
            “Ber–“
            “Sudah kubilang itu terlihat jelas. Tidakkah kau mengerti apa yang kuucapkan tadi, Key? Mengapa kau tidak jujur saja dengan mengungkapkannya? Hal itu juga berlaku pada perasaan.”
            “Aku–“
            “Apalagi yang kau pikirkan? Kau tidak takut terlambat? Kau tidak khawatir akan menyesal?”
            “Aku belum selesai bicara !” bentakku. “Aku tidak yakin kalau ia juga menyukaiku –aku tau kalau ia suka padaku, tapi dalam konteks yang berbeda. Ia hanya sekedar mengagumiku.”
            “Sudah kau coba?”
            Aku menggeleng lemah. Apakah aku terlihat seperti seorang pengecut sekarang? Aku baru menyadari bahwa diriku begitu pesimis.
            “Kau seorang lelaki, kan?”
            Aku sedikit tersinggung mendengar pertanyaan yang itu. Ia meragukan kejantananku, heh? “Apa maksudmu, hyung? Tentu saja aku adalah seorang namja,” jawabku ketus. Sedangkan ia hanya terkekeh.
            “Kalau begitu setidaknya kau harus berani mengambil tindakan. Bagaimana bisa seorang namja menyerah sebelum berperang? Enak saja main ambil kesimpulan seperti itu mengenai perasaannya. Tidakkah kau juga penasaran?”
            Pertanyaan itu semakin menggelitik rasa penasaranku. Haruskah aku mencari tau hal itu? Tapi, sebuah masalah lain yang belum terselesaikan nampak sedang menari-nari dalam pikiranku : Perjodohan.
            “Entahlah, hyung. Aku pusing,” jawabku lesu.
            Bel masuk berbunyi. Seperti biasa, Onew hyung tidak akan bahkan untuk mengatakan sampai jumpa dan sebagainya. Ia hanya akan berdiri dan meninggalkan tempat yang baru saja didudukinya.
***

Author POV
            Key menghabiskan sepanjang jam pelajaran dengan ogah-ogahan. Terkadang ia akan fokus, namun sejurus kemudian konsentrasinya akan buyar begitu saja.
            Di tengah rasa kantuknya, sayup-sayup bel pertanda pulang berbunyi. Seluruh siswa mulai membereskan alat tulis masing-masing dan bersiap untuk pulang. Begitu pula dengan Key. Ia berniat untuk menemui Sue Ji. Ia yakin gadis itu belum keluar dari kelasnya.
            Key berjalan santai menuju kelas Sue Ji.
***
           
            Seorang yeoja yang tubuhnya basah kuyup tengah dikelilingi oleh empat orang yeoja yang seumuran dengannya.
            PLAK !
            Salah seorang yeoja yang nampaknya adalah pemimpin dari lima orang yeoja tersebut menampar yeoja basah kuyup yang sedang berdiri sambil menunduk.
            “Benar-benar yeoja kegenitan !” umpatnya pada si yeoja basah kuyup yang di blazernya tertempel name tag bertuliskan Bae Sue Ji.

TBC

Gimana? Puaskah dengan part ini? Suka ga suka kalo bisa komen ya, mau bilang ceritanya jelek juga gapapa yang penting komen #maksa
Ngga deng, aku ga maksa kalian buat komen. Cuma buat memastikan aja kalo ff ini ada yang baca :D

1 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...