Rabu, 14 Desember 2011

Why?



Why?
The only word that thought by me is "why"
I'm afraid to answer. I'm a coward. That's why I'm a fool.
This is me. This is who I am. And this is what have been given by God.
This is my life !
Now tell me, what should I do now?
Should I runaway? Should I?
Even if I run, this is my life. STILL my LIFE !
I can't run from my life.
Cause my life is me.
Cause our life just like shadow. It'll go wherever we go.
Even in the dark we couldn't see it, it's still with us.

What Love’s Like? – Part 3

Tittle                : What Love’s Like? – Part 3
Author             : ratu_regina
Genre              : Romance, Comedy
Cast                 : Choi Minho, Lee Taemin, Kim Kibum “Key”, SHINee, Bae Suzy
Length             : ?
Rating              : PG-15

Annyeong ! Adakah yang menantikan kemunculan ff ini? Mian kalo lama. Maklum minggu kemarin kan UAS #alibi





Sue Ji POV
“Kau kenal Key? Buat ia jadian dengan dongsaengku,” kata namja ini enteng.
            “Hah? Bukankah itu terlalu berlebihan hanya untuk sebuah buku? Ya sudah buku itu untukmu saja, aku sudah beli yang baru,” jawabku sambil meninggalkannya. Enak saja, aku saja tidak begitu dekat dengan Key, seandainya bisa pun pasti sudah kujadikan ia namjachinguku dari dulu, bagaimana bisa aku menjadikannya namjachingu dari dongsaengnya Minho?
            “Kau ingin Key tau mengenai gambar ‘itu’? Ah.. bagaimana dengan Taemin? Kau ingin aku memberitahukannya sehingga ia akan menertawakanmu?” tanyanya yang sukses membuatku menghentikan langkah dan berbalik ke arahnya yang kini menunjukkan ekspresi kemenangan. Baiklah tuan Choi, kau selalu menang.
            “Bagaimana caranya?” tanyaku. Saat ini kami bedua sedang berada di tangga sekolah. “Terserah kau. Dongsaengku sudah berusaha keras mendekati Key tapi tak mendapat respon sedikitpun darinya,” jawabnya gusar. Nampaknya ia saking sayang pada adiknya sampai rela membantunya mendapatkan namjachingu. “Mengapa tak kau saja? Bukankah kalian berteman?” tanyaku lagi yang mulai merasa permintaannya sungguh mustahil dilakukan olehku yang notabene tak begitu mengenal Key seperti ia mengenalnya. “Key bahkan mungkin tidak tau namaku,” gumamku. “Memang,” ujar si Minho yang bagiku kini ia mulai menyebalkan. Lagipula tanpa ia perjelas pun aku sudah tau Key tak tau namaku, aku hanya berusaha menghibur diri dengan mengatakan ‘mungkin’.
            “Seandainya aku bisa, pasti sudah dari dulu ia jadian dengan dongsaengku. Lagipula aku kan bukan mak comblang,” jawabnya. “Mengapa tidak bisa? Lagipula aku juga bukan mak comblang, jadi mana bisa aku membuat mereka pacaran,” kataku sewot. “Pokoknya lakukan saja. Mana ponselmu?” pintanya. Aku mengeluarkan ponselku, ia cepat-cepat merebutnya dan menulis nomor ponsel – sepertinya nomor ponselnya – kemudian mengembalikannya padaku. “Lewat SMS saja kita bicarakan lagi. Aku sibuk,” ujarnya menutup pembicaraan kami. Memang sih dari tadi kami hanya membuang-buang waktu dengan saling diam dan setiap kali bicara pasti hanya akan membuatku semakin kesal. Tapi entah mengapa aku merasa senang bisa mengobrol dengannya, bahkan mendapatkan nomor ponselnya. Hanya saja masih ada satu masalah : Key.
Key memang tak mengetahui namaku, tapi kalau melihat wajahku mungkin saja ia akan ingat kejadian tabrak-menabrak itu dan bukannya berhasil, rencana kami mungkin saja gagal lalu Minho akan mempermalukanku. Lagipula sejelek apa sih dongsaengnya Minho sampai-sampai Key bahkan tak meresponnya sama sekali? Kuasumsikan wajahnya pasti jelek, Key kan namja populer, bisa hancul lebur imagenya jika punya pacar yang (maaf) tidak cantik. Ia pasti punya standar tersendiri. Apakah asumsiku terlalu berlebihan?
            Aku berjalan menuju kelasku sambil memainkan ponselku, masih tidak percaya kalau aku punya nomor seorang namja yang selalu kuidam-idamkan, walau tujuan ia memberikan nomornya bukan benar-benar untukku tapi demi dongsaengnya. Aku senyum-senyum sendiri, tak memperhatikan jalan sampai seseorang menghalangi jalanku. Aku bergerak ke kiri, ia ikut ke kiri, aku ke kanan, ia ke kanan. Sepertinya ia seorang namja dan ia memakai baju basket tim sekolah kami. Basket? Jangan-jangan...
            “Jumpa lagi nona...” kata namja tersebut membuatku bergidik. Aku setengah kagum setengah takut melihatnya. Kalian pasti sudah mampu menebak siapa yang ada di hadapanku ini. Key. Aku mendongak, dan memang benar dia adalah Key. Aku hendak kabur, tapi sialnya kakiku seakan terpaku pada tempatnya, menyuruhku bertanggung jawab atas kesalahanku kemarin-kemarin.
            Kemudian ia bersandar pada dinding koridor, masih dengan tatapan mengarah padaku. “Jadi, ada yang ingin kau katakan?” tanyanya dengan posisi berpangku tangan dan punggung yang bersandar pada dinding. Aku menundukkan kepala. Tatapannya benar-benar setajam silet dengan mata kucingnya yang semakin memperkuat kesan angkuh pada dirinya. Entah mengapa aku begitu tertarik pada namja ini. Mungkin karena ketampanan serta kepopulerannya. Tak bisa kupungkiri, aku pun yeoja normal yang sangat senang melihat namja tampan. Masalahnya adalah bahwa aku terlalu berlebihan dalam menjaga image-ku walau aku sudah tau kalau Key bahkan tau namaku pun tidak, maka image-ku tak akan berpengaruh baginya.
            “Mianhae, aku tak bermaksud sungguh-sungguh waktu mengataimu pervert. Aku hanya keceplosan,” ujarku dengan nada menyesal. Kulirik wajahnya, ia nampak belum puas dengan permintaan maafku. “Masih kurang. Bagiku, tuduhan anehmu itu sangat tidak menyenangkan. Mungkin saja saat itu ada orang yang mendengarmu mengataiku pervert dan beranggapan bahwa aku benar-benar mesum seperti tuduhanmu. Kau bahkan menabrakku dua kali. Dua kali ! Sepertinya memang kau saja yang suka bertabrakan denganku atau kau yang pervert sih?” Apa? Dia menuduhku pervert? Aku tau dia tampan tapi aku tak tau bahwa ia sangat bawel dan caranya menjaga image terlalu berlebihan. “Pervert katamu? Ya ! Lagipula yang waktu itu melihat kejadian itu kan hanya satu orang dan dia adalah temanku yang tak akan menyebarkannya pada siapapun. Dan aku tidak pervert. Untuk apa aku menabrakmu? Jadi menurutmu aku suka menabrak-nabrak? Justru aku yang sedang jalan dan kau yang menabrakku. Aish...menyebalkan !” untung saja koridor ini cukup sepi dan kebetulan tidak ada yang lewat sehingga baku bentak antara kami tidak akan disaksikan oleh siapapun.
            “Pokoknya aku tidak mau tau. Aku tidak suka. Bahkan kau yeoja pertama yang menghinaku dengan tuduhanmu itu,” bentaknya. “Aku kan sudah minta maaf. Lantas aku harus bagaimana? Menjadi budakmu agar kau bisa menganggap urusan kita impas?” tanyaku tak sabar. Tentu saja aku hanya berkonotasi agar ia berpikir untuk memaafkanku. Aku tak mau memperpanjang urusan.
            Ia terlihat berpikir sejenak, kemudian sebuah lampu keluar dari puncak kepalanya. TING ! Sepertinya ia mendapat pencerahan. Aku tak sabar menanti keputusannya.
            “Baiklah, sepertinya idemu bagus juga,” katanya dengan nada yang tenang, tidak membentak seperti tadi lagi. “Ide yang mana? Aku tak mengusulkan ide apapun,” ujarku heran.
            “Kau harus jadi budakku,” katanya mantap. Gurat-gurat keangkuhan di wajahnya tegambar jelas.
            MWO??? Perjanjian aneh macam apa lagi ini? Apakah aku boleh berteriak sekarang? Ottokhe???????

Author POV
“MWO? Ya ! Apa maksudmu? Aku kan hanya bercanda, tidak bermaksud sungguhan menawarkan diri menjadi budakmu. Dan... Hellooo... tidakkah istilah ‘budak’ terlalu berlebihan?” protes Sue Ji yang menyesali mengapa Key menganggap serius hiperbola yang terlontar dari mulutnya tadi. Ia mulai bingung sebenarnya siapa yang bodoh? Ia atau Key?
“Kenapa? Idemu tidak buruk kok. Sepertinya menarik untuk memiliki seorang... kau-tau-apa,” Key melontarkan alasan yang bagi Sue Ji sangat tidak masuk akal. ‘menarik’ menurut Key di sini adalah dalam artian sepihak. Artinya hanya Key saja yang menganggap ini menarik. Sedangkan bagi Sue Ji ini adalah sebuah kesialan. Eh? Ngomong-ngomong mengenai perjanjian, Sue Ji tiba-tiba ingat perjanjiannya dengan Minho. Sepertinya ada keuntungan yang bisa diambilnya. Dengan menjadi ‘suruhan’nya Key, ia bisa selangkah maju untuk memuluskan rencananya dengan Minho. ‘Mungkin inilah yang disebut sekali dayung, dua-tiga pulau terlampaui,’ benak Sue Ji.
“Baiklah. Aku setuju,” jawab Sue Ji yang membuat Key menjadi sedikit terperangah karena ia bahkan sempat tak yakin yeoja ini akan  menyetujuinya. Segera ia mengubah ekspresinya menjadi angkuh kembali, “Deal,” ucapnya sambil melangkah pergi.
“Oh iya, mana ponselmu?” tanya Key sambil berbalik ke arah Sue Ji. “Eoh?” Sue Ji menjadi bingung. “Bagaimana aku bisa menyuruhmu kalau aku bahkan tidak bisa menghubungimu?” jelas Key yang dimaksudkan agar Sue Ji tidak kegeeran. Dengan sedikit terpaksa  karena ternyata ponselnya hanya sebagai perantara antara ia dan ‘majikan’nya.
“Nih,” seraya mengembalikan ponsel Sue Ji, kemudian pergi lagi. Tapi lagi-lagi berbalik setelah mendengar Sue Ji memanggilnya, “Chamkamman!”
“Apa lagi? Aku sibuk, kau hanya membuang-buang waktuku saja.” Sue Ji yang mendengar nada ketus pada ucapan Key mulai ikut jengkel. “Aku hanya ingin bertanya, harus berapa lama aku, ehem...” Sue Ji berdehem agar Key mengerti maksudnya. “Oh, itu. Dua minggu,”
“MWO? Ya ! Memangnya kau mau menggajiku berapa hah?!? Kau ! Hey kau ! Ya ! Ya ! Keeeeeeeeeeeey !!!” Sue Ji meraung-raung tak jelas memanggil Key yang terus berjalan meninggalkannya. Ia tak akan menyangka bahwa keputusannya benar-benar merupakan petaka.
Di tangga Key berhenti sejenak mengingat nama yang tertera pada name tag yeoja tadi, “Bae Sue Ji. Bukankah tadi Minho menanyakan nama itu? Apakah Sue Ji yang tadi?” gumamnya. Sambil berpikir ia kembali berjalan menuju lapangan di mana kedua tim sudah berkumpul.

*

Sue Ji POV

Saat pulang sekolah...

* 1 Received Message
       From    : No Name
       Ke kelasku sekarang !

            “Nomor siapa ini? Jangan-jangan salah kirim,” gumam Sue Ji setelah membaca pesan yang baru saja masuk ke ponselnya. Ia memutuskan untuk membalas pesan tersebut.

       To        : No Name
       Nuguseyo?

* 1 Received Message
       From    : No Name
       Key. Lambat sekali sih !

            Pesan kedua sukses membuatku mendengus. Kutambahkan nomornya ke contact list kemudian beranjak ke kelasnya dengan setengah berlari.
            Key sudah stand by di kelasnya sambil memasang wajah kesal. Aku maju ke arahnya dan bertanya, “Ada apa?” ia malah semakin cemberut, “Bawakan barang-barangku,” ujarnya kemudian menunjuk bola basket dan tasnya yang berada di atas meja. Awalnya aku hendak menyanggah, tapi melihat death glare-nya akhirnya aku menyerah saja. Lagipula ini sudah keputusanku, mau tidak mau harus kukerjakan.
            Kami – Key di depan dan aku di belakangnya – berjalan menyusuri koridor sekolah menuju area parkir di mana terdapat mobil Key.
            Setibanya di parkiran Key langsung masuk ke dalam mobilnya dan membiarkan aku berdiri di luar seperti orang bodoh. “Sedang apa kau?” tegurnya padaku. Aku masih mepertimbangkan untuk naik atau tidak. Sepertinya enak juga kalau bisa pulang bareng Key.
            Dengan wajah sumringah aku masuk ke dalam mobilnya di bagian belakang.

Author POV
            Sue Ji masuk kedalam mobil Key. Si empunya mobil berjengit melihat apa yang dilakukan oleh yeoja tersebut. “Ya ! Untuk apa kau di belakang situ? Memangnya aku ini supirmu?” bentaknya. Sue Ji merengut kemudian pindah untuk duduk di sebelah bangku kemudi. Key semakin dibuat kesal. “Kau ! Siapa yang mengizinkanmu naik mobilku?”

*

            Sue Ji memberengut. Wajaknya ditekuk, bibirnya dikerucutkan, tak henti-hentinya ia merutuki kebodohannya yang sampai lupa seperti apa sifat Key. Ia memang bukan sahabat atau teman yang begitu mengenal Key. Tapi hanya dengan berada di dekatnya pun kini ia paham betapa menyebalkannya Key.
            Sambil berjalan Sue Ji menendang-nendang benda apa saja yang menghalangi jalannya. Batu kerikil, kaleng bekas minuman, dedaunan,  ditendangnya dengan kasar.
            Setibanya di rumah ia kembali melakukan rutinitasnya menjaga toko. Ia tak lagi membawa buku sketsa karena kapok dengan insiden yang telah menimpanya.
            TING
            Seorang pelanggan memasuki toko. Sue Ji kini tak mau repot-repot menyambut pelanggan tersebut. Ya, benar. Siapa lagi kalau bukan Choi Minho.
            “Kau tidak mengirimiku pesan?” tanya Sue Ji pada Minho yang baru masuk langsung mengambil keranjang belanjaan tanpa menyapa Sue Ji. Merasa diabaikan, Sue Ji melanjutkan, “Maksudku bukannya aku menunggu pesanmu. Tapi bukankah kita ada urusan? Atau kau tidak jadi minta bantuanku?”
            Minho – masih sambil mengambil barang-barang yang akan dia beli – menatap tajam pada Sue Ji. “Sebenarnya itu tidak bisa dibilang minta bantuan. Itu disebut dengan “tebusan”. Jadi yang butuh adalah kau, bukan aku.”
            “Tapi sebenarnya itu harga yang terlalu tinggi untuk menebus hal yang menurutku bahkan tidak akan menghancurkan image-mu,” sahut Sue Ji. Minho kembali menatapnya. Kali ini dengan tatapan datar yang tak terbaca – karena ekspresinya memang selalu datar – “Memang bukan image-ku, tapi image-mu. Aku bahkan kini tau bahwa kau itu genit,”
            “Apa? Genit katamu?!?” Sue Ji setengah berteriak menanggapi perkataan Minho barusan yang membuatnya shock. Namja ini berkata terlalu jujur mengenai pandangannya sehingga tanpa ia sadari telah melakukan pembunuhan karakter terhadap yeoja di hadapannya. Selalu saja dengan santai dan tanpa merasa bersalah sedikitpun, menunjukkan wajah innocent-nya setelah membuat Sue Ji dongkol karenanya.
            Minho mengangkat sebelah alisnya, kemudian ia berjalan ke meja kasir untuk menghitung belanjaannya. “Jadi, bagaimana perkembangannya?” tanyanya santai sambil memperhatikan Sue Ji yang sedang menghitung. Entah mengapa ia merasa sangat menyenangkan membuat gadis itu kesal. Sepertinya merupakan suatu hiburan baginya.
            “Kau tau? Karena permintaanmu itu aku harus melakukan perjanjian lagi dan itu sangat menyiksa. Aku terpaksa bersedia jadi suruhan Key. Aku bahkan tidak punya image lagi di hadapannya,” keluh Sue Ji yang merasa perkatannya itu benar dan ia menyesali kenapa ia baru sadar sekarang sedangkan ia telah terperangkap pada dua buah perjanjian yang tak ada untungnya baginya.
            ‘Ini seperti ditawari buah simalakama, maju kena mundur kena.’ Pikir Sue Ji.
            “Sudahlah aku kemari bukan untuk mendengar keluhanmu,” kata Minho tak sabar. “Aku bahkan belum memulai,” tanggap Sue Ji yang membuat si penanya kecewa. “Kutunggu secepatnya. Ingat, kau tidak boleh santai.” tegas Minho dengan nada mengintimidasi. Mau tak mau Sue Ji mengangguk saja.

*

            “Kirim pesan tidak ya?” tanya Sue Ji pada dirinya sendiri sambil mondar-mandir di kamarnya. Sesekali ia melirik ponselnya di meja belajar. Ia ragu hendak mengirim pesan pada Key atau tidak. Akhirnya ia memutuskan untuk mengambil ponselnya dan mulai mengetik pesan.
       To        : Key
       Sudah tidur?
            Kirim? Tidak? Tidak. Ia menghapus ketikannya.
       To        : Key
       Besok tugasku apa lagi?
            Send..
            Message delivered.

            Semenit...
            Tiga menit...
            Tidak ada balasan dari Key. Sue Ji menyimpulkan bahwa Key pasti merasa tidak penting membalas pesan darinya.

       * 1 Received Message
       From    : Key
       Pembantuku untuk sementara tidak bisa datang. Mulai besok kau bersihkan apartemenku.

            “Membersihkan apartemen Key? Omo ! Berarti tugasku semakin berat. Hwaiting Sue Ji ! Ini hanya seminggu. Seminggu !”

TBC

Gimana? Gaje kah part ini? Mian maklum masih newbie dan ini adalah ff pertamaku.
Jangan lupa comment ya.. ^^


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...